https://dunialuar.id/ Di tengah riuhnya kendaraan, hiruk-pikuk pejalan kaki, dan gemerlap lampu kota, terdengar dentingan gitar, pukulan cajon, atau lantunan saksofon. Mereka bukan dari panggung megah atau studio rekaman, tapi dari sudut-sudut trotoar, taman kota, hingga stasiun—para musisi jalanan, yang tanpa sadar telah menjadi ikon hidup kota-kota besar di seluruh dunia.
Musik jalanan, atau street music, bukanlah hal baru. Namun, belakangan ini, kehadiran para seniman jalanan semakin diakui sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan urban dan bahkan sebagai penanda karakter suatu kota.
Lalu, bagaimana musik jalanan bisa berkembang hingga menjadi wajah budaya kota?
Akar dan Sejarah Musik Jalanan
Musik jalanan telah ada sejak zaman dahulu. Di abad pertengahan Eropa, para pengamen keliling memainkan alat musik tradisional di pasar atau alun-alun. Di banyak budaya Asia dan Afrika, pertunjukan musik di ruang publik menjadi bagian dari ritual atau hiburan rakyat.
Di Indonesia, musik jalanan sudah lama hadir dalam bentuk pengamen angklung, keroncong, hingga musisi solo di bus atau lampu merah. Namun, seiring perkembangan zaman, gaya dan alat musik mereka makin beragam—dari alat tradisional hingga elektronik.
Dari Pinggir Jalan ke Pusat Perhatian
Musik jalanan mengalami evolusi. Dulu sering dianggap sebagai aktivitas informal dan kurang dihargai, kini mulai dianggap sebagai bagian dari ekspresi seni dan identitas kota.
Beberapa kota bahkan menjadikan musik jalanan sebagai atraksi wisata. Contohnya:
-
New York City: Musisi jalanan di subway menjadi daya tarik tersendiri. Banyak di antaranya akhirnya dikontrak label musik besar.
-
Melbourne: Dikenal sebagai kota dengan regulasi busking yang mendukung, bahkan menyediakan lisensi untuk musisi jalanan.
-
Yogyakarta & Bandung: Di Indonesia, banyak musisi jalanan yang kini rutin tampil di area pedestrian yang disediakan khusus untuk pertunjukan seni.
Keberadaan mereka menghadirkan suasana hidup dan kehangatan, berbeda dari kesan kota yang dingin dan terburu-buru.
Mengapa Musik Jalanan Jadi Ikon Kota?
✅ 1. Menghidupkan Ruang Publik
Musisi jalanan membuat taman, trotoar, atau stasiun menjadi lebih hidup dan manusiawi. Suara musik menjembatani interaksi antar orang asing, menghadirkan senyum, atau sekadar membuat hari terasa lebih ringan.
✅ 2. Representasi Budaya Lokal
Melalui lagu daerah, alat musik tradisional, atau bahkan aransemen unik dari lagu populer, musisi jalanan menjadi duta budaya lokal yang hidup.
✅ 3. Ekspresi Bebas dan Demokratis
Tidak perlu tiket mahal atau baju formal—musik jalanan terbuka untuk siapa saja, dari berbagai kalangan. Ini menjadikannya salah satu bentuk seni yang paling inklusif.
✅ 4. Melahirkan Talenta Baru
Banyak musisi besar memulai karier dari jalanan. Musik jalanan adalah ruang latihan sekaligus panggung awal untuk menguji kemampuan, bereksperimen, dan berinteraksi langsung dengan audiens.
Tantangan Menjadi Musisi Jalanan
Meski romantis di permukaan, realita menjadi musisi jalanan tak selalu indah. Mereka menghadapi berbagai tantangan seperti:
-
Kurangnya perlindungan hukum atau lisensi
-
Pengusiran atau pembatasan dari pihak keamanan
-
Minimnya pendapatan tetap
-
Stigma negatif dari sebagian masyarakat
-
Cuaca dan kondisi lingkungan
Namun, banyak di antara mereka tetap bertahan bukan karena uang semata, tetapi karena cinta terhadap musik dan semangat untuk berbagi.
Regulasi dan Ruang Ramah Musik Jalanan
Beberapa kota mulai sadar akan potensi musik jalanan dan menyediakan ruang legal bagi mereka. Di Indonesia, kota seperti:
-
Bandung: Menyediakan “Panggung Ekspresi” di beberapa titik pedestrian.
-
Jakarta: Lewat program “Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA)”, musisi jalanan diberi tempat untuk tampil.
-
Yogyakarta: Menyediakan ruang khusus di Malioboro untuk seniman jalanan agar bisa tampil tanpa mengganggu pejalan kaki.
Regulasi seperti lisensi tampil, jadwal giliran, hingga batas volume suara juga mulai diterapkan untuk menciptakan keseimbangan antara seni dan kenyamanan publik.
Musik Jalanan dan Peran Media Sosial
Era digital membuka jalan baru bagi musisi jalanan. Banyak dari mereka kini:
-
Merekam penampilan dan mengunggah ke YouTube atau Instagram
-
Live-streaming dari trotoar ke audiens global
-
Mendapat undangan tampil di acara televisi atau konser komunitas
-
Merilis lagu di platform streaming seperti Spotify
Musisi jalanan seperti Boyce Avenue, Tash Sultana, atau di Indonesia seperti Miqbal GA (yang viral karena bermain gitar sambil menyanyi di jalan), adalah contoh bagaimana panggung jalanan bisa jadi batu loncatan menuju panggung dunia.
Perspektif Masyarakat: Apresiasi atau Abaikan?
Sayangnya, tidak semua masyarakat mengapresiasi musik jalanan. Masih ada yang menganggap mereka mengganggu ketertiban, meminta uang, atau bahkan “mengemis dengan cara halus.”
Namun di sisi lain, banyak pula yang mulai menghargai mereka sebagai seniman. Memberi uang bukan hanya bentuk simpati, tapi apresiasi atas seni dan keberanian mereka tampil di ruang publik.
Penting bagi kita untuk mengubah sudut pandang: dari sekadar “pengamen” menjadi “musisi jalanan” atau “street artist”. Perbedaan istilah membawa perbedaan penghargaan.
Musik Jalanan sebagai Wisata dan Branding Kota
Beberapa kota bahkan mulai menjadikan musik jalanan sebagai bagian dari branding pariwisata mereka. Konsep “busking tourism” berkembang, di mana wisatawan bisa menikmati musik lokal sambil menjelajahi kota.
Pemerintah daerah pun bisa menjadikan musisi jalanan sebagai bagian dari festival seni, city branding, atau event tahunan yang menarik wisatawan.
Kesimpulan: Jalanan sebagai Panggung Terbuka
Musik jalanan adalah wajah kota yang tak terlihat di brosur wisata. Ia hidup di trotoar, berdenyut di antara langkah kaki, dan bernyanyi bersama semangat warga kota.
Apakah musisi jalanan hanya penghibur di tengah kemacetan? Lebih dari itu, mereka adalah penjaga nyawa kota, pengukir senyum di wajah yang lelah, dan pembawa pesan bahwa seni bisa hadir di mana saja—bahkan di jalanan.
Dengan dukungan yang tepat, apresiasi yang tulus, dan ruang yang aman, musik jalanan bukan hanya bisa bertahan, tapi berkembang menjadi kekuatan budaya urban yang membanggakan.
Baca juga https://angginews.com/


















